fbpx

Sampah Plastik dan Kerusakan Ekosistem

Ruang Buku Konawe > Opini > Sampah Plastik dan Kerusakan Ekosistem

Sampah Plastik. Gambar: NusantaraNews.co.id

Ruang Buku – Pengelolaan sampah sampai saat ini masih menjadi permasalahan serius di Indonesia. Sampah tidak saja merusakan ekosistem lingkungan, tetapi juga mengganggu kesehatan masyarakat melalui udara, air, tanah, maupun organisme lain yang dapat menimbulkan berbagai penyakit. Masalah sampah berkaitan erat dengan pola hidup, budaya dan karakteristik masyarakat (Minggu, 21 Februari 2021).

Jumlah sampah plastik setiap tahun terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk, kualitas kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut jelas mempengaruhi terjadinya pergeseran gaya hidup masyarakat yang cenderung konsumtif. Keberadaan sampah plastik semakin meningkat terutama di kota-kota besar yang notabene memiliki jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan akan sumber daya relatif tinggi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan jumlah timbulan sampah secara nasional sebesar 175.000 ton/hari atau setara 64 juta ton/tahun jika menggunakan asumsi sampah yang dihasilkan setiap orang/hari sebesar 0,7 kg. Dari jumlah tersebut, sekitar 60% diangkut dan ditimbun ke tempat pembuangan akhir (TPA), 10% didaur ulang dan 30% sisanya tidak dikelola dan mencemari lingkungan. Sampah plastik telah merusak ekosistem secara masif. Ancaman kerusakannya terhadap lingkungan begitu besar.

Sampah plastik yang berbahan dasar polimer sintesis yang sulit terdegradasi di alam, seperti kantong plastik dan styrofoam memerlukan waktu lama agar dapat terurai. Dalam Permen KLHK Nomor P.75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen tertuang target pengurangan sampah dengan capaian target 30% pada tahun 2029. Pelaku usaha yang diwajibkan menjalankan aturan tersebut adalah sektor manufaktur, jasa makanan dan minuman, serta ritel. Selain itu, pelaku usaha diharuskan membuat rencana pengurangan sampah terimplementasikan pada tahun 2029.

Pelaku industri berperan penting dalam terjadinya krisis sampah plastik. Secara tak langsung industri menciptakan “sebuah kenyamanan” bagi masyarakat melalui budaya konsumtif. Plastik digunakan sebagai pengemas produk yang praktis dengan sekali pakai yang banyak digunakan dan berkembang luas di Indonesia. Meskipun isu sampah plastik merusak lingkungan kerap muncul, produsen tetap mempertahankan pilihannya pada plastik sekali pakai sebagai kemasan produknya.

Menurut Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS) pada tahun 2020, konsumsi plastik nasional masih didominasi oleh plastik kemasan sebesar 65%. Dari total permintaan plastik kemasan, sekitar 60% diserap oleh industri makanan dan minuman yang merupakan salah satu sektor yang pertumbuhannya paling cepat di Indonesia. Ketika industri terus bertumbuh, maka volume sampah plastik pun akan meningkat. Banyak sumber mengatakan bahwa tahun 2050 diperkirakan akan ada 12 miliar ton sampah plastik. Menurut World Economic Forum memperkirakan lebih dari 32% sampah plastik tidak tertangani dan menjadi sampah yang berujung mengotori daratan dan lautan.

Penanggulangan dan pengelolaan sampah tidak hanya urusan pemerintah semata, akan tetapi penanganannya membutuhkan partisipasi masyarakat secara luas. Berbagai macam solusi untuk mengatasi sampah telah dibuat, mulai dari menghilangkan plastik sepenuhnya sampai mengubahnya menjadi bahan bakar. Bahan plastik yang telah dikembangkan dengan bahan pengganti yang mudah terurai (biodegradable) sampai mendaur ulang plastik menjadi produk yang dapat digunakan. Setiap solusi memiliki kelebihan dan kekurangan, dengan memahami keefektifitasannya sebagai solusi dan implementasi ekonomi, lingkungan dan sosial yang terkait sangat lah penting untuk memperoleh hasil dalam mengelola polusi plastik.

Bahaya Sampah Plastik bagi Ekosistem

Peneliti asal Jerman dan Swiss menerbitkan temuan di jurnal Science Advances. Para peneliti menemukan partikel mikroplastik dalam salju di Kutub Utara. Hal ini memperkuat bahwa plastik dapat mengubah habitat, membahayakan satwa liar dan dapat merusak fungsi ekosistem secara meluas.

Masalah plastik perlu waktu seumur hidup untuk diatasi dan bisa menghabiskan waktu satu generasi untuk diselesaikan. Itulah perlu adanya solusi “hulu dan hilur” yang dapat digunakan bersama. Tidak ada solusi tunggal untuk mengakhiri polusi plastik yang saat ini telah sampai mencemari lautan, merusak ekosistem laut, dan membunuh banyak biota laut.

Sebagian besar perdebatan berfokus pada solusi hulu seperti desain ulang bahan, pengurangan plastik dan penggantian plastik atau berfokus pada solusi hilir seperti daur ulang dan pembuangan. Sehingga dengan solusi bersama akan membuka sebuah pandangan luas dan komprehensif tentang apa yang perlu kita lakukan, setiap lapisan masyarakat untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi.

Penanganan sampah plastik yang populer selama ini ada di Indonesia adalah dengan 3R (Reuse, reduce, recycle). Reuse adalah memakai berulang kali barang-barang yang terbuat dari plastik. Reduce adalah mengurangi pembelian atau penggunaan barang-barang yang terbuat dari plastik, terutama barang-barang yang sekali pakai. Recycle adalah mendaur ulang barang-barang yang terbuat dari plastik. Kekurangan dari sistem pengolahan sampah ini masih kurang diterapkan dalam rumah tangga, sehingga sampah plastik sebagian besar dihasilkan rumah tangga masih bermuara di tempat pembuangan akhir (TPA).

KLHK menargetkan pengurangan sampah hingga 30% dan sampah plastik di laut hingga 70% pada 2025, akan tetapi tingkat daur ulang plastik di dalam negeri masih rendah. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat tingkat daur ulang plastik berada di sekitar level 14%, sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan tingkat daur ulang plastik secara keseluruhan baru 7%.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan dari bahaya limbah plastik seperti dengan konsep perubahan prilaku yang konsumtif dengan prilaku pantang menggunakan plastik dalam kegiatan kita setiap hari. Prilaku yang dapat dilakukan seperti mengurangi penggunaan kantong plastik dengan membawa tas guna ulang untuk belanja kebutuhan sehari-hari, mengurangi konsumsi botol plastik dengan mengganti menggunakan bahan botol stainless steel yang bisa tahan untum minuman dingin atau panas atau membawa travel cup, menggunakan wadah yang berbahan kaca yang akan lebih tahan lama, menggunakan sedotan guna ulang, menggunakan sabun atau sampo batang dan mendukung merek yang ramah lingkungan.

Solusi dan Komunitas Peduli Sampah

Konsep perubahan prilaku tersebut telah banyak dilakukan oleh beberapa pegiat lingkungan yang ada di Indonesia yang berasal dari berbagai kalangan, baik itu artis, mahasiwa, ibu rumah tangga ataupun kelompok rukun tetangga. Salah satu penggiat lingkungan yang sangat aktif dan focus dalam pengelolaan sampah plastik adalah komunitas Bye Bye Plastic Bags (BBPB) berdiri pada tahun 2013, didirikan oleh dua bersaudara Melati dan Isbaela Wijsen. Komuntas ini tidak hanya ada di Bali, juga eksis disejumlah kota-kota besar di Indonesia. Selain itu ada komunkitas lainnya seperti Gerakan Indonesia diet Kantong Plastik, Zero Waste Nusantara, Sustanation, Get Plastic dan masih banyak lagi komunitas lainnya.

Komunitas-Komunitas penggiat lingkungan seperti inilah yang sedikit banyaknya telah menekan ketergantungan masyarakat pada umumnya terhadap kebutuhan kantong plastik sehingga dapat memberikan dampak yang sangat berarti terhadap berkurangnya sampah plastik yang ada di Indonesia.

Mewujukan Indonesia bebas sampah diperlukan tindakan tegas dan kolaboratif, di seluruh rantai pemerintah, industri dan masyarakat. Peran pemerintah untuk membuat “Skenario perubahan sistem” yang nantinya akan membuat perubahan besar dalam model bisnis perusahaan yang memproduksi dan menggunakan plastik, perbaikan industri daur ulang dan pembuangan sampah serta perubahan perilaku masyarakat kita.

Mendambakan Indonesia bebas sampah plastik bukan berarti tentang memerangi plastik, tetapi tentang memerangi polusi yang disebabkan oleh plastik, mengurangi penggunanaan dan meminimalisir kerusakan ekosistem. Secara keseluruhan, jika permasalahn sampah plastik tidak diselesaikan secara serius maka akan beresiko terjadi kerusakan yang lebih besar dan tak terkendali terhadap ekosistem yang ada di lingkungan kita.

Penting bagi kita secara bersama-sama bisa mengambil kesempatan dan peluang untuk menghentikan ancaman sampah plastik, serta meningkatkan kesadaran dan berkomitmen untuk langkah-langkah konkret dalam menggunakan plastik dalam aktifitas sehari-hari.

 

 

Penulis : Ratih Hesti Ningsih

(Mahasiswi Pascasarjana, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan dan Pembangunan, Universitas Brawijaya Malang, Email: [email protected]).

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *