fbpx
Blog Hero 3 Column

Blog Hero : 3 Column

Ruang Buku Konawe > Blog Hero 3 Column

Back To Homepage

Blog Post

All
opini
rilis-media
tulisan

Dorong Budaya Gemar Membaca, Dinas Perpusip Sultra Gelar Workshop Bunda Literasi/Duta Baca dan Pegiat Literasi

   

Sumber: Arsip Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Tenggara

Ruang Buku, Kendari - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Dinas Perpusip) menyelenggarakan Workshop Bunda Literasi/Duta Baca Daerah dan Pegiat Literasi Daerah Tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2022 di Hotel Zahra Kendari (Kamis, 28/07/2022). Ketua Panitia, Sudirman S.IP menjelaskan tujuan kegiatan ini adalah untuk mensinergikan penyusunan dan pelaksanaan program literasi. "Tujuan dari penyelenggaraan kegiatan workshop hari ini, pertama memberikan bimbingan calon bunda literasi/duta baca daerah dan pegiat literasi agar dapat berinovasi, mengembangan ide kreatif dan gagasan, menyusun dan melaksanakan yang sesuai dengan kondisi dan karakter daerah masing-masing. Kedua, tercapainya sinergritas dalam penyusunan program kegiatan antara bunda baca/duta literasi dengan dinas perpustakaan daerah dan nasional RI dalam membangun Indonesia maju dan unggul melalui masyarakat gemar membaca, cerdas, inovatif, produktif dan kompetitif", tuturnya dalam sambutannya. Lebih lanjut, Sudirman menuturkan pegiat literasi adalah mitra pemerintah dalam upaya pembangunan budaya literasi di daerah. "Para pegiat ini adalah rekan dan mitra dinas perpustakaan dalam melaksanakan program pengembangan literasi dan pembudayaan kegemaran membaca di wilayah Sultra dan komponen ini juga telah berperan besar serta mempu menunjukkan eksistensinya secara aktif dan mandiri," tukasnya. Kadis Perpustakaan dan Kearsipan Prov. Sulawesi Tenggara yang diwakili oleh Sekretaris Dinasnya, Nurlena Harahap, S.IP., M.Si dalam sambutannya menuturkan kegiatan ini merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan melalui gerakan nasional "Gemar Membaca". "UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan menyebutkan bahwa peningkatan pembudayaan kegemaran membaca perlu dilakukan melalui gerakan nasional "Gemar Membaca". Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui keluarga satuan pendidikan dan masyarakat. Oleh karena itu, perpustakaan harus bisa mendorong terciptanya masyarakat membaca menuju masyarakat belajar dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa", jelasnya. Nurlena berharap workshop ini dapat memotivasi kita semua untuk semakin mengoptimalkan peran dan keberadaan perpustakaan, membangun jejaring dan komunitas literasi yang saling memberdayakan. Sementara itu, salah satu peserta dari Perwakilan Komunitas Literasi Sultra dan Social Youth Sulawesi, Audi Aulia, mengapresiasi kegiatan workshop ini dan perlu adanya kolaborasi kedepannya. "Kegiatan ini sangat bermanfaat dan menyadarkan saya mengenai masalah literasi pada daerah yang terpencil secara serius. Selain itu, kegiatan ini dibutuhkan kolaborasi secara PENTAHELIX yaitu akademisi, pemerintah, pelaku usaha, media dan masyarakat (komunitas) untuk memajukan tujuan kegiatan ini di masa mendatang," tukasnya. Peserta lainnya dari Perwakilan TBM Labulawa Siompu, Yuyun Arsina, berharap kegiatan dapat menjadi penguatan komunitas literasi di daerah. “Harapannya kegiatan ini bisa meningkatkan literasi di masyarakat, menjadi pegiat literasi di daerahnya, mengembangkan minat baca, menjalin kolaborasi dengan pegiat-pegiat literasi daerah lainnya dalam membangun komunitas literasi”, tutupnya. Adapun narasumber pada kegiatan workshop oleh Ka. Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca (Perpustakaan RI), Dr. Syarifuddin Gani (Unsur Pegiat Literasi), dan Pengurus Perpustakaan Wilayah Sultra. Sedangkan peserta kegiatan berasal dari Dinas Perpusip Kab/Kota, Para Pegiat Literasi, Komunitas Baca, Taman Baca, Pemerhati, dan Penulis se-Sulawesi Tenggara. Editor: Muhammad Reza Setiawan

Workshop Penulisan Artikel Jurnal, Sesi Sea-AFSID 2022 Kolaborasi Bersama Tujuh Lembaga

  Ruang Buku, Konawe - Sesi Southeast Asia Forum on Sustainable Development (SEA-AFSID) yang akan dilaksanakan 23 s.d. 31 Juli 2022, salah satunya sesinya adalah Pelatihan Penulisan Artikel Jurnal. Dilaksanakan bersama, Pengurus Nasional Majelis Sinergi Kalam Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (MASIKA ICMI), Ruang Buku Konawe, Forum Mahasiswa Ilmu Pengelolaan Hutan Institut Pertanian Bogor (FORMA IPH), dan Konawe Institute. Workshop akan dilaksanakan daring pada tanggal 25 Juli 2022, Pukul 20.00 WITA Makassar/Maros. Ismail Suardi Wekke, Scientific Committee SEA-AFSID mengemukakan bahwa kegiatan ini juga akan menyertakan lembaga kemahasiswaan di Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Dakwah Wal Irsyad Maros, dan Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Maros. Panitia Pelaksana Sesi Workshop Muhammad Reza Setiawan yang juga Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor menyatakan bersama Ismail Suardi Wekke bahwa kegiatan sesi penulisan artikel jurnal dilaksanakan memandang bahwa ini menjadi sebuah keperluan mahasiswa. “Sehingga dengan pelaksanaan kegiatan berkelanjutan, akan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mendapatkan kesempatan berlatih,” ungkap Ismail Suardi Wekke, yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Abdul Haris. Ismail juga menyatakan bahwa tidak tertutup untuk menerima kolaborasi dari Lembaga kemahasiswaan lainnya. Sejak awal pelaksanaan SEA-AFSID selalu menyertakan mahasiswa dalam bagian aktivitas. Sebagaimana diketahui SEA-AFSID berlangsung sejak 2017 di Jambi dengan tuan rumah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi. “Ini akan menjadi kerja bersama, sehingga semakin luas daya jangkaunya akan semakin bagus,” urai Ismail. Sesi ini akan melengkapi bersama dengan rangkaian SEA-AFSID lainnya yang juga menjangkau sampai ke Bursa dimana ada sesi yang juga menyertakan Persatuan Pelajar Indonesia Bursa, Turki. “Selama delapan hari, SEA-AFSID akan berlangsung simultan dan juga pada saat yang sama dilaksanakan dengan sesi online, dan juga tatap muka,” tutur Ismail. Referensi: https://www.abdulharis.ac.id/382/pelatihan-penulisan-artikel-jurnal-sesi-sea-afsid-2022-kolaborasi-bersama-tujuh-lembaga/

Ruang Buku Konawe Gelar Lapak Baca Untuk Tingkatkan Minat Baca Masyarakat

Ruang Buku Konawe Gelar Lapak Baca Untuk Tingkatkan Minat Baca Masyarakat
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KONAWE - Komunitas Ruang Buku menggelar lapak buku di Kelurahan Inolobunggadue, Kecamatan Unaaha, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Bidang Kependidikan Ruang Buku Konawe, Asti Septianingsih mengatakan lapak buku tersebut dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat Konawe, Provinsi Sultra. "Ini kegiatan rutinitas Komunitas Ruang Buku Konawe setiap dua pekan sekali mengadakan lapak buku," kata Asti kepada TribunnewsSultra.com, di Pelataran Perkantoran Daerah, pada Sabtu (2/7/2022). Asti menambahkan lapak buku ini terbuka untuk umum maupun anak-anak yang dapat berekspresi dengan mewarnai gambar yang disediakan. Ia menyebut, faktor yang mendasari kegiatan lapak buku ini berangkat dari keresahan di Konawe yang minat bacanya kurang. "Iya, minat baca kurang karena mungkin kurangnya media atau wadah yang bisa mewadahi masyarakat di Konawe untuk bisa membaca," sebutnya. Lebih lanjut, kata Asti, secara perlahan pihaknya mengajak masyarakat Konawe untuk membaca melalui lapak buku ini. Selain itu, pihaknya memperoleh buku-buku ini dari para donatur maupun berasal dari anggota komunitas, jumlah buku saat ini yang dimiliki sekitar 300 buku. "Buku ini terkumpul sejak terbukanya Komunitas Ruang Buku Konawe dan terbentuknya sejak tahun 2018. Kami memiliki buku anak-anak, dewasa," jelasnya. (*) Sumber: https://sultra.tribunnews.com/2022/07/02/tingkatkan-minat-baca-masyarakat-komunitas-ruang-buku-konawe-gelar-lapak-buku-di-kecamatan-unaaha.

Inovasi Blanching Pretreatment dan Teknologi Pembekuan Cepat yang Diterapkan pada Buah dan Sayur

Inovasi Blanching Pretreatment dan Teknologi Pembekuan Cepat yang Diterapkan pada Buah dan Sayur
Ruang Buku - Buah dan sayuran merupakan komoditas pertanian yang banyak dikonsumsi oleh manusia dipenjuru dunia karena manfaatnya bagi kesehatan. Buah dan sayuran memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi, termasuk vitamin, mineral, serat makanan, asam organik, dan antioksidan. Namun kebanyakan pada buah mengandung kadar air yang tinggi sehingga tergolong (perishable food), begitupun juga dengan sayur memiliki sifat yang mudah layu. Atas dasar tersebut maka dibutuhkan ketersediaan teknik pengawetan yang efektif untuk buah dan sayuran (Jum'at, 18 Juni 2021). Pembekuan cepat telah dianggap sebagai salah satu teknologi pengawetan terpenting yang tersedia untuk pengawetan buah dan sayuran. Sehingga hal ini membuat peneliti terus mengembangkan teknologi pengawetan. Oleh karena itu, tujuan dari ulasan ini adalah untuk menyajikan gambaran tentang kemajuan terkini dalam teknologi blansing dan pembekuan buah dan sayuran. Dalam mengawetkan makanan, kita perlu memperhatikan kualitas buah dan sayur yang telah dibekukan. Pemilihan teknik berguna agar sesuai dengan tujuan pengawetan yang kita inginkan. Salah satu teknik pengawetan yang cocok diaplikasikan pada buah dan sayur adalah pembekuan cepat. Pembekuan cepat menurunkan suhu buah dan sayuran ke titik bekunya dalam waktu yang sangat singkat sementara hampir tidak mengubah kualitas nutrisi dan karakteristik sensoriknya. Suhu rendah yang berlaku secara efektif mengurangi aktivitas mikroba dan enzim dan melemahkan oksidasi dan respirasi buah dan sayuran yang dipanen. Karena meningkatnya urbanisasi, konsumsi buah dan sayuran beku meningkat terutama untuk kenyamanan, penghematan waktu dan alasan praktis lainnya. Blansing adalah salah satu metode pra-treatment pada pembekuan cepat dan termasuk sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas buah dan sayuran meliputi karakteristik bahan baku, teknologi pretreatment yang digunakan sebelum pembekuan, teknologi quick freeze dan proses pasca-pembekuan. Namun pengaplikasian blasing yang masih konvensional tidak sesuai dan menyebabkan hilangnya tekstur, nutrisi terlarut, pigmen dan aroma (Jaworska et al. 2010). Selain itu, metode pembekuan yang tidak sesuai akan menyebabkan pembentukan kristal es besar yang merusak struktur seluler dinding sel buah dan sayuran segar. Efek gabungan dari penggunaan protokol blansing dan pembekuan yang tidak sesuai atau tidak efisien menyebabkan perubahan yang tidak dapat diubah dan tidak diinginkan dalam atribut kualitas produk beku akhir. Oleh karena itu, penerapan teknologi blansing dan pembekuan baru sangat penting untuk meminimalkan hilangnya kualitas dalam makanan beku. Penelitian tentang blansing beberapa akhir ini terus dikembangkan dan menarik sejumlah  peneliti. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Wang et al. (2007) Ketika sampel pucat kemudian dibekukan dengan cepat, mereka menghasilkan kristal es yang lebih kecil yang mengurangi kerusakan mikrostruktur sayuran (Wang et al. 2007).  Salah satu inovasi metode blansing yaitu Teknologi OH (Ohmic blaching) yang  memiliki potensi luar biasa dalam aplikasi blansing. Ketika diterapkan pada blansing, OH memberikan pemanasan yang cepat dan seragam, yang menyebabkan lebih sedikit kerusakan termal pada makanan yang diolah dibandingkan dengan metode terbatas perpindahan panas konvensional. Keuntungan lainnya, dibandingkan dengan blansing konvensional, termasuk mempertahankan warna yang lebih baik, pengawetan senyawa peka panas yang lebih baik, waktu pemrosesan yang lebih singkat dan hasil yang lebih tinggi. Setelah kita mengenal inovasi metode blancing seperti OH, kemudian akan dijelaskan juga mengenai teknologi pembekuan seperti dehydrofreezing. Dehydrofreezing adalah salah satu teknik pembekuan makanan yang baru dikembangkan di mana makanan segar atau makanan olahan minimal dapat diproduksi. Dalam proses ini, makanan mengalami dehidrasi sebagian sebelum dibekukan dengan menghilangkan sebagian air di dalamnya sehingga dapat menurunkan jumlah kristal yang terbentuk selama proses pembekuan. Dengan begitu, kerusakan jaringan dapat dikurangi selama pembekuan. Selanjutnya, waktu pembekuan sampel yang didehidrasi akan dipersingkat secara substansial karena kadar air berkurang. Seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh  Ramallo dan Mascheroni (2010) yang menyatakan bahwa  dehidrasi osmotik dan pengeringan udara panas memiliki efek menguntungkan dalam mengurangi waktu yang diperlukan untuk pembekuan sampel nanas. Proses pembekuan-pencairan mempengaruhi nilai sifat mekanik sampel nanas. Setelah membaca ulasan ini, kita telah mampu lebih mengenal tentang teknologi pengawetan yang terbarukan dibanding teknik pembekuan konvensianal yang selama ini kita ketahui. Penulis: Darmawan Darnis (Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB University)

Teknik Pendinginan dalam Mempertahankan Kesegaran Buah

Teknik Pendinginan dalam Mempertahankan Kesegaran Buah
Ruang Buku - Ketersediaan makanan dalam jumlah yang melimpah tidak membuat konsumen mampu mengkonsumsinya secara bersamaan, maka dibutuhkan penyimpanan bahan pangan. Namun karena beberapa bahan makanan terutama bahan mentah atau yang masih segar mudah mengalami kerusakan setelah pascapanen dan selama penyimpanan, sehingga dibutuhkan teknik penyimpanan bahan pangan seperti pendinginan dan pembekuan agar mampu mengurangi tingkat penurunan kesegaran bahan pangan. Dengan begitu, makanan dalam jumlah yang berlebih dapat disimpan dan dikonsumsi dalam jangka waktu yang lebih lama (Jum'at, 18 Juni 2021). Secara global, penelitian tentang pengembangan teknologi pengawetan dan pemrosesan baru sedang berlangsung dengan berbagai aplikasi potensial dengan referensi khusus untuk industri pangan. Meskipun, teknologi pengawetan baru dan canggih telah menunjukkan kompensasi yang berlebihan dan penggunaan potensial untuk industri makanan lainnya, beberapa teknik pengawetan memiliki aplikasi komersial yang tidak memadai karena berbagai alasan. Kontributor utama untuk komersialisasi terbatas dan penyerapan industri dari teknologi inovatif ini termasuk kurangnya pengetahuan teknologi tentang pendekatan bermodel baru ini dan dampaknya terhadap kualitas dan keamanan produk pangan. Selain penting juga mengetahui karakteristik bahan pangan agar tindakan pengawetan yang dilakukan seperti pemberian suhu dingin pada produk sehingga tidak terjadi niat ingin mengawetkan dan menjaga kesegaran produk tetapi justru membuat produk menjadi lebih cepat mengalami kemunduran kesegaran. Suhu merupakan faktor penting untuk menjaga kualitas buah pascapanen dan sangat mempengaruhi laju kerusakan. Beberapa proses yang terkait dengan kerusakan (respirasi, produksi etilen, dll.) meningkat dengan peningkatan suhu. Untuk setiap kenaikan suhu 10°C, laju reaksi kimia meningkat 2-3 kali. Kemudian, menurunkan suhu bahan pangan/produk mampu menurunkan tingkat kerusakannya, mengurangi respirasi, produksi etilen, dan sensitivitas etilen sehingga memperpanjang umur simpannya. Buah-buahan dapat diklasifikasikan sebagai non-chilling sensitive dan chilling sensitive. Buah-buahan yang sensitif terhadap dingin (umumnya, produk yang berasal dari daerah tropis atau subtropics seperti advokad, pisang, lemon, papaya, nanas, semangka, jambu biji dan leci), akan rusak jika disimpan pada suhu di atas titik beku dan di bawah 5–15°C tergantung pada sensitivitasnya terhadap pendinginan. Gejala chilling injury umumnya adalah pencoklatan, kegagalan pematangan secara normal, pengembangan off-flavors, timbulnya serangan jamur. Oleh karena itu, kita tentu pernah menyimpan pisang di simpan dalam refrigerator atau kulkas dan beberapa saat kemudian pisang tersebut lebih cepat mengalami pencoklatan seperti pada daerah kulit pisang, dan buah yang semakin berair atau bahkan hamper membusuk. Hal ini disebabkan karena pisang adalah buah chilling sensitive atau sensitive terhadap suhu dingin. Sedangkan beberapa buah yang termasuk non-chilling sensitive antara lain yaitu buah apel, ceri, pir, strawberry, raspberry, blueberry, dan buah persik telah merekomendasikan suhu penyimpanan mendekati 0°C Pra-pendinginan (precooling) adalah operasi pascapanen yang penting. Precooling melibatkan penghilangan cepat panas lapangan setelah panen. Ini secara khusus digunakan dalam buah-buahan dengan masa pascapanen yang pendek (yaitu, buah-buahan tropis). Ada berbagai metode untuk pendinginan cepat, seperti: udara dingin (room cooling, forced air cooling), hydrocooling, icing, pendinginan vakum, dan pendinginan evaporatif. Pilihan metode pendinginan awal tergantung pada fisiologi buah, suhu saat panen, dan umur pascapanen yang diinginkan. Juga, perlu untuk mempertimbangkan rasio biaya-manfaat. Pendinginan ruangan (room cooling) adalah sistem pendinginan awal yang paling umum. Buah-buahan (dalam jumlah besar atau dalam kotak) terkena udara dingin di ruang pendingin normal. Produk dapat didinginkan dan disimpan di ruangan yang sama. Room cooling memiliki beberapa kelemahan, karena membutuhkan area yang luas, laju pendinginan lambat dibandingkan dengan sistem pendingin lainnya dan sering terjadi dehidrasi buah. Untuk operasi yang efisien, udara dingin harus bersentuhan dengan semua permukaan wadah buah Forced air cooling lebih efisien (lebih cepat) daripada pendinginan ruangan, karena udara dingin bersirkulasi melalui wadah, sehingga udara dingin bersentuhan langsung dengan buah. Kehilangan air rendah karena produk didinginkan relatif cepat dan dehidrasi bervariasi sesuai dengan sensitivitas masing-masing produk. Hydrocooling dalam metode ini air dingin adalah media pendingin. Ini adalah sistem yang efektif untuk pendinginan cepat untuk buah yang berbeda, baik dalam jumlah besar atau dikemas. Dengan demikian, keduanya (paket dan produk) harus tahan terhadap pembasahan. Sebab, pengemasan membatasi pergerakan air dan mengurangi efisiensi pendinginan, produk biasanya didinginkan dengan air dalam wadah curah. Setelah sedikit mengulas beberapa teknik pendinginan pada buah maka diharapkan kita jadi lebih mampu lagi memilah cara mengawetkan bahan pangan yang lebih tepat. Maka, bahan pangan yang kita simpan lebih awet, nilai gizinya terjaga. Beberapa teknik dalam mengawetkan makanan tersebut merupakan bentuk dari rekayasa proses pangan dalam memecahkan tantangan yang dihadapi dalam menjaga atau meningkatkan mutu produk.   Penulis: Sri Inten Utami (Mahasiswi Sekolah Pascasarjana Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB University)

Mengintip Cara Kerja Mesin Retort pada Proses Sterilisasi Kaleng Buah

Mengintip Cara Kerja Mesin Retort pada Proses Sterilisasi Kaleng Buah
Ruang Buku - Sterilisasi merupakan salah satu proses pengolahan bahan pangan dengan tujuan membunuh mikroorganisme termasuk spora bakteri berbahaya agar bahan pangan menjadi lebih tahan lama dan aman dikonsumsi. Berkembangnnya teknologi pangan mempengaruhi munculnya beragam kemasan produk pangan (Jum'at, 18 Juni 2021). Pengemasan produk pangan bertujuan untuk melindungi bahan pangan dari lingkunganya dan mempertahankan higienitas suatu bahan pangan agar lebih awet. Salah satu contoh pengemasan dengan tujuan pengawetan adalah dengan cara pengalengan. Buah yang dikalengkan lalu dilalui proses sterilisasi merupakan salah satu metode pengawetan makanan dan menjadi dasar desktruksi mikroorganisme oleh panas. Proses sterilisasi dengan membunuh mikroorganisme biasanya dilakukan pada suhu tinggi, para ahli dibidang pangan menentukan waktu sterilisasi komersil adalah 121,1°C. Sterilisasi produk pengalengan (canning) perlu diatur sesuai dengan karakteristik bahan pangan yang dikalengkan. Pengolahan proses termal pada produk pangan dibagi menjadi 2 kategori yaitu pangan dengan kategori pH berasam rendah/low acid food (>4,6) dan kategori pangan asam/acid food (<4,6). Selain karakterisik bahan pangan, proses sterilisasi yang digunakan tergantung pada jumlah mikroba awal, suhu penyimpanan, keberadaan pengawet lain, aktivitas air, komposisi produk, serta ukuran dan tipe kemasan. Proses sterilisasi dilakukan setelah kaleng buah ditutup dan dimasukan ke dalam mesin retort/uap air retort. Berdasarkan sistemnya, sterilisasi dibagi 2 yaitu in container sterilization atau aseptic processing. In container sterilization adalah proses dimana sterilisasi dilakukan ketika kaleng yang telah diisi produk ditutup, lalu kaleng disterilkan dengan menggunakan mesin retort. Aseptic processing adalah proses sterilisasi dimana produk dan kemasan kaleng disterilkan secara terpisah, kemudian baru dimasukan produk kedalam kaleng pada ruangan yang steril. Berdasarkan tipe mesinnya retort dibagi menjadi 2, yaitu vertikal retort dan horizontal retort. Umumnya pada industri pengalengan buah mesin retort yang digunakan adalah jenis horizontal.   Retort adalah mesin sterilisasi berbentuk tabung bertekanan tinggi pada bahan pangan yang dikalengkan. Prinsip kerja dari mesin uap air retort adalah pemanas pada retort akan menguapkan air hingga membentuk uap panas. Lama kelamaan uap panas ini akan menggantikan udara dari dalam retort, sehingga tersisa uap panas murni di dalam retort. Uap panas murni tersebut digunakan untuk memanaskan bahan pangan yang terdapat dalam wadah/kaleng. Komponen-komponen penting pada retort adalah (1) dinding retort: bahan yang digunakan untuk retort adalah plat baja dengan ketebalan minimal ¼ inch dan pintu retort dilengkapi dengan kunci pengaman karena tekanan didalam retort sangat tinggi. (2) steam spreader: pada retort horizontal dilengkapi steam spreader sepanjang retort agar uap panas dapat tersebarkan secara merata di dalam retort. (3) vent: tempat keluarnya udara sebelum proses venting time dimulai, dikontrol dengan gate valve sehingga hanya tersisa uap panas murni di dalam retort. Selanjutnya, (4) thermometer: untuk membaca suhu didalam retort. (5) manometer/pressure gauge: alat untuk mengukur tekanan, didalam mesin retort tekanan yang digunakan berkisar 0-31 psi. (6) keran-keran pipa: untuk keluar masuk air dan uap. (7) bleeder: untuk masuknya uap/steam. (8) alat pencatat suhu/waktu : setiap retort harus dilengkapi setidaknya satu alat pencatat suhu/waktu. Pencatat dapat dikombinasikan dengan pengatur uap dan dapat berupa alat pencatat dan pengatur, nantinya alat pencatat akan mencatat setiap perubahan suhu/waktu di kertas grafik. Tahapan penting proses sterilisasi kaleng buah menggunakan mesin retort adalah: (1) Proses venting : merupakan proses pengeluaran udara yang ada di dalam retort sebelum proses sterilisasi dimulai. Umumnya udara yang ada didalam retort berkisar antara 70-80% dan perlu dikeluarkan karena untuk memanaskan kaleng buah digunakan uap panas murni yang jenuh bukan udara. Adanya udara akan menghambat penetrasi panas ke dalam kaleng karena udara merupakan isolator (penghambat panas). Proses venting dimulai dengan mengeluarkan air yang masih ada di dalam retort melalui keran pipa, kemudian uap panas dimasukan kedalam retort melalui bleeder sekaligus saluran venting dibuka agar udara yang ada di dalam retort keluar. Proses sterilisasi tidak boleh dimulai sebelum proses venting benar-benar selesai dan telah tercapai suhu proses pada retort, ketika sudah tercapai, saluran venting ditutup agar yang ada di dalam retort hanya uap panas murni jenuh. Umumnnya dibuat grafik distribusi suhu di dalam retort untuk memastikan proses venting telah selesai. (2) Come Up Time/ CUT : merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menaikan suhu proses sampai suhu retort yang diinginkan. Ketika uap panas dimasukan dan saluran venting ditutup maka akan terjadi peningkatan suhu di dalam retort. Waktu total yang dibutuhkan sejak awal proses venting dimulai sampai tercapai suhu retort yang diinginkan disebut sebagai come up time/CUT. (3) Proses sterilisasi/cooking : pada pengalengan buah-buahan proses sterilisasi disebut juga sebagai proses pemasakan/cooking. Setelah kaleng selesai ditutup, akan masuk ke dalam retort menggunakan conveyor berjalan/pada sistem batch menggunakan rak. Suhu yang digunakan untuk proses cooking tergantung dari karakteristik bahan pangan (pH berasam rendah >4,6 atau pH asam <4,6), jumlah mikroba awal, suhu penyimpanan, keberadaan pengawet lain, aktivitas air, komposisi produk, serta ukuran dan tipe kemasan. Pada pemasakan/cooking kaleng buah suhu yang digunakan berkisar antara suhu 96-105°C dan 104-106°C tergantung dari ukuran kaleng. Penentuan waktu dan suhu sterilisasi harus melalui uji penetrasi panas hingga didapatkan nilai sterilitas yang dinginkan. Nilai sterilitas/nilai kecukupan (Fo) panas harus mampu menjamin tercapainya keamanan produk pangan. Mesin yang digunakan untuk proses cooking yang dikenal di industri pengalengan buah adalah Continous Cooker Cooler (CCC), Food Machinery (FMC), dan Low Temperature Cooker Cooler (LTCC). (4) Pendinginan/cooling : setelah melalui proses sterilisasi/cooking tahapan selanjutnya adalah pendinginan/cooling. Suhu yang digunakan untuk proses cooling berkisar antara 32°C-40°C. Suhu tersebut merupakan suhu optimal untuk proses pendinginan produk dalam kaleng, karena apabila produk di dinginkan dengan suhu di bawah 32°C dikhawatirkan akan menimbulkan titik-titik air pada permukaan kaleng yang dapat menyebabkan pengkaratan. Penggunaan suhu di atas 40°C sebagai suhu cooling akan menyebabkan waktu proses cooling semakin bertambah lama. Proses pendinginan umumnya dengan cara direndam pada air atau disemprot menggunakan spreader. Air yang digunakan untuk mendinginkan kaleng buah biasanya air yang ditambahkan dengan klorin dan pendinginanya dengan cara direndam. Kadar residu air klorin harus bernilai minimal 0,5 ppm dan maksimal 1,0 ppm. Air berklorin digunakan untuk mencegah adanya rekontaminasi mikrobiologis pada kaleng. Parameter kecukupan proses termal dalam proses sterilisasi selain karakteristik produk dan dimensi dari kemasan juga penting mengetahui nilai ketahanan mikroba terhadap panas yang diberikan. Ketahanan mikroba terhadap panas dinyatakan dengan nilai D dan Z, nilai D adalah waktu yang diperlukan pada suhu tertentu untuk membunuh 90% populasi mikroba target dalam proses sterilisasi dan nilai Z adalah suhu yang diperlukan untuk mengubah nilai D sebesar 90%. Nilai D tergantung suhu yang digunakan, semakin tinggi suhu semakin kecil nilai D artinya semakin tinggi suhu sterilisasi yang digunakan semakin pendek waktu proses karena semakin cepat mikroba yang dijadikan target mati dalam proses sterilisasi. Dari parameter nilai D dan Z jelas bahwa kombinasi suhu dan waktu perlu diperhitungkan agar proses sterilisasi cukup untuk membunuh mikroba target, nilai kecukupan proses termal untuk membunuh mikroba target sampai pada level yang aman dinyatakan dengan nilai Fo (dalam menit). Proses sterilisasi dengan menggunakan mesin retort akan berjalan maksimal jika parameter-parameter untuk optimasi proses termal kaleng buah sudah diketahui. Catatan yang harus dijaga pada proses sterilisasi menggunakan uap air retort meliputi waktu saat uap dinyalakan (time steam on), waktu dan suhu venting (venting time and temperature), waktu sterilisasi tercapai, dan waktu saat uap dimatikan (time steam off). Penulis: Hanif Ilham Ramadhan Fatriansyah S.TP (Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB University)

Inovasi Teknik “Pengeringan Infrared” Umbi Talas untuk Lama Masa Simpan

Inovasi Teknik “Pengeringan Infrared” Umbi Talas untuk Lama Masa Simpan
Ruang Buku - Talas (Colocasia esculenta) dapat dijumpai hampir diseluruh wilayah dan tersebar di daerah pantai sampai ke pegunungan. Di Jawa, panen umbi talas dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus menjelang musim hujan.  Seperti halnya Bogor, sebagai wilayah yang memanfaatkan umbi talas sebagai bahan dasar pembuatan makanan, seperti makanan khas yang sangat terkenal yaitu Talas Bogor. Selain dijadikan bahan dasar pembuatan Talas Bogor, umbi talas juga dapat diolah menjadi produk olahan lainnya seperti keripik. Tanaman talas yang kita kenal banyak mengandung nutrisi, yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia, didalam talas sendiri mengandung senyawa-senyawa organic, mineral, selain itu talas juga mengandung berbagai jenis vitamin seperti vitamin A, C, E, vitamin B6, dan folat (Rabu, 16 Juni 2021). Bahan pangan seperti produk umbi-umbian dan produk holtikultura lainnya memiliki sifat yang khas, yaitu tetap mengalami perubahan setelah dilakukan pemanenan. Umbi talas yang sudah dipanen masih mengandung banyak kadar air yaitu 70-85 % dan didalam talas sendiri mengandung asam oksalat yang dapat menyebabkan rasa gatal jika terkena langsung pada kulit, sehingga perlu dilakukan penanganan yang tepat setelah pemananenan. Untuk mengatasi masalah ini serta memperpanjang masa simpan umbi talas banyak hal yang harus kita lakukan, salah satu yang paling banyak dilakukan adalah dengan metode pengeringan. Metode pengeringan merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan yang mampu menghambat kerusakan pada bahan pangan (kerusakan yang disebabkan mikroorganisme). Selain itu, pengeringan merupkan salah satu cara untuk menghilangkan kadar air yang terdapat didalam bahan pangan tersebut. Metode pengeringan biasanya banyak digunakan untuk pengawetan bahan pangan. Hal ini bertujuan agar bahan pangan menghasilkan kualitas produk yang tinggi dan memiliki umur simpan yang lebih lama. Pengeringan dapat dilakukan dengan pengeringan alami dan pengeringan menggunakan bantuan alat. Pengeringan alami atau sering dikenal dengan pengerian menggunakan sinar matahari langsung adalah pengeringan yang sering dilakukan oleh masyarakat di sekitar kita, mengapa demikian? hal ini dikarenakan kondisi ekonomi sebagian penduduk Indonesia yang masih sangat rendah. Selain itu, pemahaman mengenai beberapa teknologi pengeringan bahan pangan yang juga masih sangat rendah. Pengeringan dengan bantuan alat sudah sangat banyak dilakukan salah satunya adalah menggnakan pengeringan infrared. Teknologi far-infrared radiation (FIR) terlihat menarik karena bentuk energi ini dapat langsung diserap oleh material yang dikeringkan tanpa kehilangan panas yang nyata ke lingkungan (Nathakaranakule et al. 2010). Radiasi infra merah memiliki keuntungan dibandingkan dengan pengeringan alami (sun drying), pengeringan menggunakan matahari langsung masih memiliki kelemahan antara lain: produk yang dihasilkan kurang hygenis, memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses pengeringan (2-7 hari), proses pengeringannya tergantung cuaca disekitar, kadar air produk tidak hilang secara maksimal. Sedangkan jika menggunakan pengeringan menggunakan bantuan alat seperti pengeringan infrared hasil dari produk yang dikeringkan menghasilkan produk berkualitas tinggi, kecepatan transfer panas yang tinggi, mengurangi waktu pengeringan dan kadar air produk hilang secara maksimal Pengeringan infrared adalah salah satu metode pengeringan yang harus terus dikembangkan di Indonesia, karena metode pengeringan ini merupakan metode pengeringan terbaik untuk pengeringan produk pertanian. Metode pengeringan infrared salah satunya bisa menggunakan mesin pengering infrafed type try cabinet. Temperatur pengeringan ditetapkan pada 50 oC dan 60 oC pada kecepatan 1 kipas dan 2 kipas. Kecepatan kipas pertama 3,9 m/s dan kipas kedua 5,6 m/s. Irisan talas sebanyak 0,5 kg diratakan dalam tiap loyang. Sebanyak 24 lo yang dimasukkan ke dalam pengering dan ditetapkan sebagai jam ke nol. Pengeringan berlangsung sampai kadar air di bawah 14%.

Gambar. Alat Pengering Infrared (Sumber: Alibaba.com).

Metode pengeringan infrared masih sangat sedikit diketahui di kalangan masyarakat dan industri rumahan, karena metode infrared ini masih digunakan sebagai alat pengering di kalangan industri berskala besar. Sehingga untuk kemajuan industri di Indonesia perlu adanya pengenalan mengenai fungsi dan metode pengeringan infrared. Dengan demikian, masyarakat akan mengetahui fungsi dan kelebihan yang dimiliki pengeringan infrared dan bagaimana cara kerjanya. Sehingga produk-produk yang dihasilkan dari industri yang ada di Indonesia baik itu industri rumahan ataupun industri lainnya dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.     Penulis : Dian Arsita Fitri (Mahasiswi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB University)  

Efek Proses Pembekuan dan Lama Penyimpanan pada Kualitas Fisik dan Kimia Ikan

Efek Proses Pembekuan dan Lama Penyimpanan pada Kualitas Fisik dan Kimia Ikan

Gambar. Proses Pembekuan Ikan

Ruang Buku - Indonesia merupakan salah satu negara maritim yang mempunyai sumberdaya laut terutama perikanan yang melimpah. Potensi perikanan itu dapat dijadikan sumber pangan dan sumber protein. Protein yang berasal terutama dari ikan, diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber energi dan memperbaiki jaringan. Selain itu, pola asam amino yang terkandung di dalam ikan mempunyai pola yang hampir sama dengan pola asam amino yang ada di dalam tubuh kita (Rabu, 16 Juni 2021). Ikan sendiri merupakan komoditi pangan yang mudah mengalami pembusukan dibandingkan dengan komoditi pangan yang lain. Hal ini disebabkan, karena ikan mengandung 60-80% air di dalam tubuh sehingga menjadi pemicu ikan lebih cepat mengalami pembusukan akibat miroorganisme dan reaksi kimia lainnya. Olehnya itu, hasil perikanan di Indonesia yang sangat melimpah dan kaya nutrisi seperti protein harus dilakukan proses pengolahan dan pengawetan ikan agar kesegaran, mutu, dan nutrisi tetap terjaga dari awal penangkapan hingga sampai ke konsumen. Salah satu pencegahan pembusukan dan pengawetan terhadap hasil perikanan adalah dengan cara pembekuan. Pembekuan sendiri merupakan suatu tindakan atau usaha dalam memepertahankan mutu dan kesegaran komoditi pangan dengan menggunakan suhu di bawah -2° C. Selama proses pembekuan pada suhu di bawah -2° C, sebagian air berubah wujud dari cair menjadi padat disertai terbentuknya kristal es sehingga menyebabkan mobilitas atau pergerakan air terbatas dan aktivitas air turun yang mengakibatkan pertumbuhan miroorganisme dan reaksi kimia terhambat. Namun demikian, selain keuntungan proses pembekuan terhadap mutu dan kesegaran ikan, terdapat kerugian yang ditimbulkan selama proses pembekuan serta apabila disertai dengan proses penyimpanan beku yang cukup lama. Kerugian ini terjadi karena kristal es yang terbentuk dapat mempengaruhi gangguan pada sel seperti terjadinya denaturasi atau kerusakan pada komponen sel sehingga dapat mengakibatkan perubahan pada tekstur dan terjadinya drip selama proses penyimpanan beku dan ketika dilakukan proses thawing atau pencairan. Proses yang terpenting yang perlu diperhatikan adalah waktu pembekuan. Waktu pembekuan dapat mempengaruhi pembentukan kristal es dengan ukuran besar apabila dilakukan secara lambat atau lama. Kemudiaan ketika proses thawing akan menurunkan kualitas pangan dan mengakibatkan terbentuknya rongga pada daging ikan serta merusak susunan jaringan daging ikan. Selain itu, proses penyimpanan beku juga menyebabkan kehilangan nutrisi yang dipengaruhi beberapa hal seperti kondisi awal produk, kecepatan pembekuan, dan kondisi serta lama penyimpanan. Semakin lama penyimpanan beku dilakukan semakin meningkat juga kadar air pada produk, tetapi bertolak belakang dengan kadar lemak yang semakin berkurang. Proses pembekuan dan lama penyimpanan juga memberikan efek terhadap kualitas fisik dan kimia ikan. Contoh kualitas fisik pada ikan seperti terjadinya penurunan berat, perubahan warna, terbentuknya kristal es, tekstur, dan water holding capacity (WHC). Sedangkan kualitas kimia seperti protein, lemak, dan Total Volatile Base Nitrogen (TVB-N). Penurunan berat terjadi selama proses pembekuan dan thawing akibat terbentuknya kristal es yang cukup besar dan tidak seragam, ikan yang di tempatkan pada suhu yang relatif tinggi cenderung mengalami proses pembekuan lambat sehingga membentuk kristal es yang cukup besar. Kristal es yang terbentuk pada area luar dan didalam sel pada struktur otot ikan akan mengakibatkan kerusakan membran sel  sehingga air yang terikat didalam otot sedikit. Perubahan warna akan terjadi ketika proses pembekuan dan penyimpanan beku. Ini terjadi karena selama proses pembekuan lambat terbentuknya kristal es yang lebih besar, dapat mempengaruhi warna ikan menjadi pudar dan terjadinya fading (kehilangan warna) akibat tingkat pembekuan yang lebih besar. Pigmen pada kulit dan permukaan daging juga dapat mengalami proses oksidasi yang mengakibatkan warna menjadi hitam atau gelap. Pada kualitas tekstur juga akan terganggu akibat terbentuknya kristal es dan proses rekristalisasi. Kekerasan berkaitan dengan kandungan dan sifat dari protein dan lemak yang terkandung didalam daging ikan. Perubahan tekstur selama proses penyimpanan berhubungan erat dengan proses denaturasi protein pada ikan. Denaturasi ini terjadi selama proses penyimpanan beku sehingga menyebabkan kelarutan protein menurun karena hilangnya ikatan hydrogen antar molekul. Disamping itu, selama penyimpan beku kandungan lemak dan fraksi lipid mengalami penurunan serta perubahan akibat autooksidatif dan hidrolisis. Penyimpanan beku juga menurunkan kandungan asam lemak tak jenuh seperti omega 3 dan omega 6 dan meningkatkan asam lemak jenuh. Pada pembekuan dan lama penyimpanan beku, TVB-N digunakan sebagai indikator untuk menilai tingkat pembusukan ikan. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa TVB-N akan meningkat seiring semakin lamanya proses penyimpanan beku. Sehingga dapat dikatakan bahwa meskipun ikan dibekukan maka akan tetap mengalami proses pembusukan, tetapi menuju ke fase busuk tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan proses pendinginan atau penyimpanan pada suhu kamar.   Penulis : Firman Yudha Axiomawan (Mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB University)

Inaktivasi Mikroba pada Jus Buah dengan Perlakuan Nontermal (Sinar UV)

Inaktivasi Mikroba pada Jus Buah dengan Perlakuan Nontermal (Sinar UV)

Gambar. Ilustrasi

Ruang Buku - Sulawesi Tenggara merupakan daerah yang memiliki hasil pertanian yang cukup banyak, seperti halnya buah-buahan yang cukup melimpah. Buah-buahan di Sulawesi Tenggara umumnya dikonsumsi secara langsung oleh masyarakat sebagai makanan penutup. Padahal jika melihat potensi dari buah-buahan bisa di produksi menjadi produk yang bernilai ekonomis lebih tinggi (Rabu, 16 Juni 2021). Salah satu peningkatan nilai ekonomis buah-buahan yaitu dengan pengolahan menjadi jus buah yang memiliki manfaat yang relatif sama dengan buah aslinya. Jus buah sendiri memiliki manfaat yang cukup banyak bagi kesehatan, dimana konsumsi jus umumnya digunakan sebagai diet untuk memenuhi asupan mikro nutrient dan juga untuk pola hidup sehat. Namun demikian, seperti halnya makanan lain, keberadaan mikroorganisme pathogen merupakan masalah utama juga pada berbagai jus buah. Proses pasteurisasi pada jus digunakan dalam industri pengolahan pangan untuk mencegah berkembangnya mikroorganisme, terutama yang bersifat patogenik dan perusak pada bahan makanan, serta mengurangi resiko rusaknya beberapa zat gizi seperti vitamin C karena proses pemanasan menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi kurang dari 100o C. Pemanasan saat ini merupakan metode yang paling umum dimana jus buah dipasteurisasi (Basak et al. 2002). Pemrosesan termal telah banyak digunakan untuk jus pasteurisasi. Namun, ini dapat menyebabkan perubahan substansial dalam rasa dan kandungan nutrisi jus. USFDA mengakui kemanjuran pemanasan dalam mengurangi patogen dan pembusukan mikroorganisme untuk keamanan produk jus dan stabilitas umur simpan. Di samping itu, karena pemanasan jus dapat berdampak negatif pada kualitas nutrisi dan sensorik produk, sehingga diperlukan alternatif menggunakan teknik nonthermal untuk menonaktifkan mikroorganisme dalam jus. Salah satu alternative nontermal pasteurisasi yaitu dengan menggunakan penyinaran UV pada jus buah. Perlakuan Ultraviolet (UV) merupakan metode desinfeksi yang dapat diterapkan untuk menonaktifkan mikroba berbahaya dalam makanan. Inaktivasi mikroorganisme dengan UV didasarkan pada paparan radiasi UV, dengan efek yang lebih besar pada panjang gelombang antara 250 dan 260 nm. Menurut Administrasi Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (USFDA), regulasi untuk produksi jus dengan penerapan perlakuan nontermal harus memastikan log 5D pengurangan patogen terkait. Nilai D ini didefinisikan sebagai dosis radiasi (J/cm2) yang diperlukan untuk mengurangi populasi mikroba hingga 90%. Sebagai contoh untuk mengurangi log 5D pada jus jeruk dengan pathogen E. coli pada beberapa studi menyatakan bahwa 2,19 J/cm2 pada 4°C (sesuai dengan 11 menit perlakuan UV) dan 2,09 J/cm2 pada 20°C (sesuai dengan 10,55 menit perlakuan UV) merupakan perlakuan yang dapat memenuhi pengurangan log 5D pada pathogen tersebut. Sedangkan untuk pathogen lain seperti Listeria monocytogenes (D=0,44-1,26 menit) atau 6,3 menit untuk pengurangan 5 log dan Salmonella spp. (D=0.27-0.61 min) atau 3,05 menit untuk pengurangan 5 log pada beberapa jus buah. Sehingga dengan adanya artikel ini kita bisa mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi mikroorganime pathogen pada jus buah sesuai standar yang delah ditetapkan yaitu dengan pengurangan log 5D. Pasteurisasi dengan menggunakan sinar UV ini telah dibuktikan tidak mengurangi kandungan nutrisi pada bahan pangan sehingga baik untuk digunakan. Selain itu, dengan artikel ini pembaca bisa mendapatkan pengetahuan dan ide dalam pengembangan jus buah yang di komersialkan pada masyarakat agar meningkatkan daya simpan jus buah dan nilai ekonomis pada buah yang tentunya aman dan menyehatkan. Aji   Oleh : Aji Mustaq Firoh (Mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB University)  

Keterasingan Terhormat

Keterasingan Terhormat

Keterasingan. Gambar: www.womenworking.com

Ruang Buku - Kebebasan sering dianggap sebagai sesuatu yang mudah. Sehingga, untuk menjadi manusia bebas, artinya menjadi dengan sangat mudah dan tidak melelahkan—tanpa menerpa dan diterpa angin sepoi-sepoi sekalipun. Pada akhirnya, apa yang nanti dilakukan pun bersifat asal-asalan, tidak berarti dan tidak signifikan (Kamis, 20 Mei 2021). Sesungguhnya orang yang menganggap mudah dan sebagainya itu justru adalah ia yang menyangkal kebebasan itu sendiri, yang jantungnya menjadi berdetak cepat ketika mendengar kata kebebasan, karena kebalikannya, bagi mereka yang minatnya menjaga hak dan kewajiban kebebasan, tahu bahwa itu diperlukan usaha dan kewaspadaan tanpa henti. Bagaimana tidak mudah: kebebasan berusaha menjaga tanggung jawab sejati mengenai "potensi kemungkinan" di dalam manusia, yaitu konsisten dalam memiliki pendapat sendiri. Di sisi lain artinya tidak menutup dan menyensor pendapat orang lain, sekalipun ia adalah lawan atau musuh dalam berbagai situasi, sekalipun di situasi terancam. Tidak ada seorang pun berhak atas kebebasan mutlak, kebebasan memiliki akhir, ketika kebebasan seseorang merambah kebebasan orang lain, saat hak dan kewajiban menyatu, disebut hukum. Bila suatu pemerintah menginjak hukum, membatasi warganya bertindak atas nama hukum, kebebasan menentang itu. Heroisme dan pengorbanan saja dalam menentang tirani tidaklah cukup, karena tidak ada pembenaran alasan dengan cara itu. Kebebasan sejati hanya dapat dilihat bukan hanya dalam kondisi tiran, tetapi ketika kebebasan berhasil menang atas tirani.
"Kebebasan masa kini tidak memiliki banyak sekutu, ia terasing tetapi terhormat!
  Penulis: Aldi Dwi Laksono (Saat ini bekerja sebagai freelancer dan saat bermahasiswa, penulis aktif sebagai aktivis mahasiswa di PC. Sylva Indonesia UNB Bogor. Email: [email protected]).