Blog Hero 3 Column

Blog Hero : 3 Column

Ruang Buku Konawe > Blog Hero 3 Column

Back To Homepage

Blog Post

All
opini
rilis-media
tulisan

Sampah Plastik dan Kerusakan Ekosistem

Sampah Plastik dan Kerusakan Ekosistem

Sampah Plastik. Gambar: NusantaraNews.co.id

Ruang Buku - Pengelolaan sampah sampai saat ini masih menjadi permasalahan serius di Indonesia. Sampah tidak saja merusakan ekosistem lingkungan, tetapi juga mengganggu kesehatan masyarakat melalui udara, air, tanah, maupun organisme lain yang dapat menimbulkan berbagai penyakit. Masalah sampah berkaitan erat dengan pola hidup, budaya dan karakteristik masyarakat (Minggu, 21 Februari 2021). Jumlah sampah plastik setiap tahun terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk, kualitas kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut jelas mempengaruhi terjadinya pergeseran gaya hidup masyarakat yang cenderung konsumtif. Keberadaan sampah plastik semakin meningkat terutama di kota-kota besar yang notabene memiliki jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan akan sumber daya relatif tinggi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan jumlah timbulan sampah secara nasional sebesar 175.000 ton/hari atau setara 64 juta ton/tahun jika menggunakan asumsi sampah yang dihasilkan setiap orang/hari sebesar 0,7 kg. Dari jumlah tersebut, sekitar 60% diangkut dan ditimbun ke tempat pembuangan akhir (TPA), 10% didaur ulang dan 30% sisanya tidak dikelola dan mencemari lingkungan. Sampah plastik telah merusak ekosistem secara masif. Ancaman kerusakannya terhadap lingkungan begitu besar. Sampah plastik yang berbahan dasar polimer sintesis yang sulit terdegradasi di alam, seperti kantong plastik dan styrofoam memerlukan waktu lama agar dapat terurai. Dalam Permen KLHK Nomor P.75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen tertuang target pengurangan sampah dengan capaian target 30% pada tahun 2029. Pelaku usaha yang diwajibkan menjalankan aturan tersebut adalah sektor manufaktur, jasa makanan dan minuman, serta ritel. Selain itu, pelaku usaha diharuskan membuat rencana pengurangan sampah terimplementasikan pada tahun 2029. Pelaku industri berperan penting dalam terjadinya krisis sampah plastik. Secara tak langsung industri menciptakan "sebuah kenyamanan" bagi masyarakat melalui budaya konsumtif. Plastik digunakan sebagai pengemas produk yang praktis dengan sekali pakai yang banyak digunakan dan berkembang luas di Indonesia. Meskipun isu sampah plastik merusak lingkungan kerap muncul, produsen tetap mempertahankan pilihannya pada plastik sekali pakai sebagai kemasan produknya. Menurut Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS) pada tahun 2020, konsumsi plastik nasional masih didominasi oleh plastik kemasan sebesar 65%. Dari total permintaan plastik kemasan, sekitar 60% diserap oleh industri makanan dan minuman yang merupakan salah satu sektor yang pertumbuhannya paling cepat di Indonesia. Ketika industri terus bertumbuh, maka volume sampah plastik pun akan meningkat. Banyak sumber mengatakan bahwa tahun 2050 diperkirakan akan ada 12 miliar ton sampah plastik. Menurut World Economic Forum memperkirakan lebih dari 32% sampah plastik tidak tertangani dan menjadi sampah yang berujung mengotori daratan dan lautan. Penanggulangan dan pengelolaan sampah tidak hanya urusan pemerintah semata, akan tetapi penanganannya membutuhkan partisipasi masyarakat secara luas. Berbagai macam solusi untuk mengatasi sampah telah dibuat, mulai dari menghilangkan plastik sepenuhnya sampai mengubahnya menjadi bahan bakar. Bahan plastik yang telah dikembangkan dengan bahan pengganti yang mudah terurai (biodegradable) sampai mendaur ulang plastik menjadi produk yang dapat digunakan. Setiap solusi memiliki kelebihan dan kekurangan, dengan memahami keefektifitasannya sebagai solusi dan implementasi ekonomi, lingkungan dan sosial yang terkait sangat lah penting untuk memperoleh hasil dalam mengelola polusi plastik. Bahaya Sampah Plastik bagi Ekosistem Peneliti asal Jerman dan Swiss menerbitkan temuan di jurnal Science Advances. Para peneliti menemukan partikel mikroplastik dalam salju di Kutub Utara. Hal ini memperkuat bahwa plastik dapat mengubah habitat, membahayakan satwa liar dan dapat merusak fungsi ekosistem secara meluas. Masalah plastik perlu waktu seumur hidup untuk diatasi dan bisa menghabiskan waktu satu generasi untuk diselesaikan. Itulah perlu adanya solusi "hulu dan hilur" yang dapat digunakan bersama. Tidak ada solusi tunggal untuk mengakhiri polusi plastik yang saat ini telah sampai mencemari lautan, merusak ekosistem laut, dan membunuh banyak biota laut. Sebagian besar perdebatan berfokus pada solusi hulu seperti desain ulang bahan, pengurangan plastik dan penggantian plastik atau berfokus pada solusi hilir seperti daur ulang dan pembuangan. Sehingga dengan solusi bersama akan membuka sebuah pandangan luas dan komprehensif tentang apa yang perlu kita lakukan, setiap lapisan masyarakat untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Penanganan sampah plastik yang populer selama ini ada di Indonesia adalah dengan 3R (Reuse, reduce, recycle). Reuse adalah memakai berulang kali barang-barang yang terbuat dari plastik. Reduce adalah mengurangi pembelian atau penggunaan barang-barang yang terbuat dari plastik, terutama barang-barang yang sekali pakai. Recycle adalah mendaur ulang barang-barang yang terbuat dari plastik. Kekurangan dari sistem pengolahan sampah ini masih kurang diterapkan dalam rumah tangga, sehingga sampah plastik sebagian besar dihasilkan rumah tangga masih bermuara di tempat pembuangan akhir (TPA). KLHK menargetkan pengurangan sampah hingga 30% dan sampah plastik di laut hingga 70% pada 2025, akan tetapi tingkat daur ulang plastik di dalam negeri masih rendah. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat tingkat daur ulang plastik berada di sekitar level 14%, sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan tingkat daur ulang plastik secara keseluruhan baru 7%. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan dari bahaya limbah plastik seperti dengan konsep perubahan prilaku yang konsumtif dengan prilaku pantang menggunakan plastik dalam kegiatan kita setiap hari. Prilaku yang dapat dilakukan seperti mengurangi penggunaan kantong plastik dengan membawa tas guna ulang untuk belanja kebutuhan sehari-hari, mengurangi konsumsi botol plastik dengan mengganti menggunakan bahan botol stainless steel yang bisa tahan untum minuman dingin atau panas atau membawa travel cup, menggunakan wadah yang berbahan kaca yang akan lebih tahan lama, menggunakan sedotan guna ulang, menggunakan sabun atau sampo batang dan mendukung merek yang ramah lingkungan. Solusi dan Komunitas Peduli Sampah Konsep perubahan prilaku tersebut telah banyak dilakukan oleh beberapa pegiat lingkungan yang ada di Indonesia yang berasal dari berbagai kalangan, baik itu artis, mahasiwa, ibu rumah tangga ataupun kelompok rukun tetangga. Salah satu penggiat lingkungan yang sangat aktif dan focus dalam pengelolaan sampah plastik adalah komunitas Bye Bye Plastic Bags (BBPB) berdiri pada tahun 2013, didirikan oleh dua bersaudara Melati dan Isbaela Wijsen. Komuntas ini tidak hanya ada di Bali, juga eksis disejumlah kota-kota besar di Indonesia. Selain itu ada komunkitas lainnya seperti Gerakan Indonesia diet Kantong Plastik, Zero Waste Nusantara, Sustanation, Get Plastic dan masih banyak lagi komunitas lainnya. Komunitas-Komunitas penggiat lingkungan seperti inilah yang sedikit banyaknya telah menekan ketergantungan masyarakat pada umumnya terhadap kebutuhan kantong plastik sehingga dapat memberikan dampak yang sangat berarti terhadap berkurangnya sampah plastik yang ada di Indonesia. Mewujukan Indonesia bebas sampah diperlukan tindakan tegas dan kolaboratif, di seluruh rantai pemerintah, industri dan masyarakat. Peran pemerintah untuk membuat “Skenario perubahan sistem” yang nantinya akan membuat perubahan besar dalam model bisnis perusahaan yang memproduksi dan menggunakan plastik, perbaikan industri daur ulang dan pembuangan sampah serta perubahan perilaku masyarakat kita. Mendambakan Indonesia bebas sampah plastik bukan berarti tentang memerangi plastik, tetapi tentang memerangi polusi yang disebabkan oleh plastik, mengurangi penggunanaan dan meminimalisir kerusakan ekosistem. Secara keseluruhan, jika permasalahn sampah plastik tidak diselesaikan secara serius maka akan beresiko terjadi kerusakan yang lebih besar dan tak terkendali terhadap ekosistem yang ada di lingkungan kita. Penting bagi kita secara bersama-sama bisa mengambil kesempatan dan peluang untuk menghentikan ancaman sampah plastik, serta meningkatkan kesadaran dan berkomitmen untuk langkah-langkah konkret dalam menggunakan plastik dalam aktifitas sehari-hari.     Penulis : Ratih Hesti Ningsih (Mahasiswi Pascasarjana, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan dan Pembangunan, Universitas Brawijaya Malang, Email: ratihhn@gmail.com).  

Inovasi Pemasaran Kuliner Khas Sumatera Barat “Sala Lauak” dengan Aplikasi Kemasan Vakum

Inovasi Pemasaran Kuliner Khas Sumatera Barat “Sala Lauak” dengan Aplikasi Kemasan Vakum

Kuliner Khas Sumatera Barat, Sala Lauak. Gambar. Takaitu.id

Ruang Buku - Indonesia terkenal dengan keberagaman budaya dan kulinernya. Salah satunya yaitu sala lauak, makanan tradisional dari Pariaman, Sumatera Barat. Dalam Bahasa Minang, sala artinya goreng, dan lauak adalah ikan. Jadi, sala lauak bisa diartikan dengan ikan goreng (Jum'at, 22 Januari 2020). Namun, sala lauak bukanlah seperti ikan goreng yang kita bayangkan. Sala lauak terbuat dari adonan tepung beras sebesar bola pingpong yang dicampur dengan ikan asin yang dihaluskan serta irisan daun kunyit, cabe, garam, dan bumbu pelengkap lainnya. Rasanya yang gurih dengan kulit renyah di luar dan isi yang lembut di dalam menjadikan sala lauak banyak disukai oleh masyarakat baik dari kalangan lokal maupun wisatawan.  Sayangnya, penganan gorengan ini tidak mempunyai masa simpan yang lama. Umumnya, sala lauak hanya dapat bertahan satu hari saja, yang berarti harus langsung dihabiskan pada saat disajikan. Selama ini, wilayah pemasaran sala lauak hanya terbatas pada kota Pariaman dan sekitarnya. Walaupun terkadang bisa ditemukan di beberapa kota di luar Sumatera Barat, hal itu disebabkan karena penjualnya merupakan putra/putri daerah asal Pariaman yang pergi merantau ke kota tersebut. Namun, mereka hanya melayani pemesanan via ojek online dan menolak pemesanan luar kota. Mereka mengaku bahwa mereka kesulitan untuk memperluas jangkauan pemasaran produk karena sala lauak itu bisa saja mengalami kerusakan atau basi saat sampai ke konsumen. Kandungan protein, karbohidrat, dan lemak pada sala lauak bisa menjadi penyebab kerusakan apabila pengolahan dan penyimpanannya tidak diperhatikan dengan baik. Reaksi kimia yang mengakibatkan perubahan pada sala lauak disebabkan karena pencemaran oleh bakteri pengurai karbohidrat, lemak, ataupun protein sehingga terjadi perubahan pada warna, rasa, dan aroma makanan. Selain itu, kadar air yang tinggi memberikan tempat tumbuh dan berkembang biak yang baik bagi bakteri. Adanya oksigen juga menyebabkan bakteri aerobik berkembang biak dengan mudah dan terjadinya oksidasi lemak yang menimbulkan bau tengik. Akhir-akhir ini, para penjual sala lauak di platform online mulai banyak menggunakan teknologi pembekuan makanan (Frozen food technology) sebagai solusi untuk memperpanjang umur simpan produknya dengan nilai nutrisi dan sifat organoleptiknya (rasa, aroma, tekstur, dan warna) yang tetap terjaga. Sala lauak tersebut menjadi lebih awet dan tidak mudah membusuk karena pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim dalam produk pangan terhambat oleh penurunan temperatur dan pengurangan ketersediaan air. Selain menyangkut ketahanan pangan, komposisi air pada sala lauak sangat perlu diperhatikan agar saat digoreng tidak meledak, hal yang sangat ditakuti oleh konsumen. Hal tersebut juga dapat dicegah dengan melakukan penyangraian pada tepung beras sebelum dicampurkan pada adonan. Setelah tercampur, adonan tersebut harus didinginkan terlebih dahulu dan kemudian digoreng setengah matang lalu dikemas dengan kemasan vakum. Aplikasi Kemasan Vakum Pengemasan secara vakum dilakukan dengan menghilangkan udara yang terdapat pada kemasan dan produk dengan menggunakan alat yang bernama vacuum sealer. Hal ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan mencegah terjadinya oksidasi sehingga sala lauak bisa memiliki masa simpan yang lebih panjang. Produk sala lauak yang dibekukan dan dikemas dalam kemasan vakum ini dikenal dengan sala lauak frozen. Sala lauak frozen dapat bertahan hingga seminggu pada suhu ruang, 2 minggu jika disimpan pada kulkas, bahkan hingga sebulan jika disimpan di dalam freezer. Hal ini membuka peluang bagi perluasan jangkauan wilayah pemasaran sala lauak. Bahkan, salah satu penjual sala lauak di platform online kini telah melayani penjualan sala lauak frozen hingga ke luar pulau dengan pengiriman dari Bogor. Wilayah pemasarannya yang dulu hanya sebatas Jabodetabek, sekarang telah meluas hingga ke kota lain seperti Medan, Batam, Sijunjung, Pariaman, Bandung, Serang, Magelang, Pemalang, Bali, Lombok, bahkan Makassar. Teknologi pembekuan makanan dan kemasan vakum pada sala lauak tentu saja memberikan dampak positif bagi perkembangan kuliner khas daerah di Indonesia. Teknologi tersebut memungkinkan sala lauak dapat dikenal secara nasional sebagai oleh-oleh khas Pariaman dan bisa dinikmati oleh semua orang di seluruh Indonesia. Perkembangan usaha penjualan sala lauak secara online yang telah merambah ke seluruh provinsi di Indonesia ini juga akan meningkatkan pendapatan daerah dan menciptakan lowongan kerja sehingga kesejahteraan daerah rakyat terjamin. Penulis: Rahayu Wulandari (Rahayu Wulandari adalah seorang Mahasiswi Pascasarjana Program Studi Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University. Penulis dapat dihubungi via wulandarirahayu05@gmail.com).

Edible coating Karagenan dan Kitosan: Inovasi Kemasan Dodol Rumput Laut Tradisional

Edible coating Karagenan dan Kitosan: Inovasi Kemasan Dodol Rumput Laut Tradisional
Ruang Buku - Produk hasil olahan pangan pasti diharapkan agar tidak mudah rusak dan memiliki umur simpan yang lebih lama agar dapat didistribusikan dan menjangkau wilayah yang lebih luas (Jum'at, 22 Januari 2021). Beberapa produk biasanya ditambahkan dengan pengawet alami maupun sintetis untuk memperpanjang umur simpan produk tersebut. Namun tidak semua produk dapat ditambahkan pengawet sebagai bahan pada proses pembuatannya karena dape menghasilkan rasa yang berbeda dan tidak diharapkan. Produk tradisional seperti dodol rumput laut biasanya memiliki rasa yang khas namun umur simpan yang relatif pendek. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang umur simpan dodol rumput laut tanpa menambahkan bahan pengawet yaitu dengan memodifikasi bahan pengemasnya. Dodol rumput laut merupakan salah satu bentuk diversifikasi produk pengolahan rumput laut. Dodol rumput laut dibuat dari tepung ketan dengan menambahkan rumput laut untuk meningkatkan nilai tambah dari rumput laut. Dodol rumput laut memiliki prospek-prospek yang baik untuk dikembangkan. Banyak manfaat yang diperoleh dari dodol rumput laut diantaranya adalah mengandung banyak dietary fiber, yaitu serat makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Dodol rumput laut diolah dengan menggunakan bahan utama rumput laut jenis Eucheuma cottoni. Dodol rumput laut memiliki umur simpan yang relatif singkat yaitu berkisar tiga hari bila tanpa bahan pengawet, diperlukan pengawet alami untuk memperpanjang daya simpan dodol rumput laut sehingga pengusaha dodol rumput laut tidak banyak mengalami kerugian. Dalam beberapa tahun terakhir ini, penggunaan pelapis yang dapat dimakan sebagai bahan kemasan produk makanan telah menarik banyak perhatian, metode ini merupakan salah satu cara inovatif untuk memperpanjang umur simpan produk pangan. Edible coating adalah lapisan tipis yang terbuat dari bahan-bahan yang bisa dimakan. Beberapa metode untuk aplikasi coating meliputi pelapisan celup (dipping), pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying), penuangan (casting), dan aplikasi pelapisan tetes terkontrol. Metode pelapisan celup (dipping) adalah metode yang paling banyak digunakan di mana produk pangan dicelupkan ke dalam larutan yang digunakan sebagai bahan pelapis. Proses Edible coating Bahan pembuatan dari edible coating pada umumnya didasarkan pada bahan biologis seperti protein, lipida dan polisakarida. Polisakarida utama yang dapat digunakan sebagai pelapis yang dapat dimakan antara lain pati dan turunannya, selulosa dan turunannya, kitosan, pektin, alginat, dan gum. Edible coating dengan bahan dasar polisakarida memiliki kemampuan sebagai membran permeabel yang selektif pada pertukaran gas CO2 dan O2. Karakteristik ini dapat memperpanjang umur simpan produk yang dikemas menggunakan metode edible coating untuk pengemasan. Beberapa keuntungan produk yang dikemas dengan edible coating  antara lain (a) menurunkan aktivitas air pada permukaan bahan, sehingga kerusakan oleh mikroorganisme dapat dihindari, karena terlindung oleh lapisan edible film, (b) memperbaiki struktur permukaan bahan, sehingga permukaan menjadi mengkilat, (c) mengurangi terjadinya dehidrasi, sehingga susut bobot dapat dicegah, (d) mengurangi kontak oksigen dengan bahan, sehingga oksidasi atau ketengikan dapat dihambat, (e) sifat asli produk seperti flavor tidak mengalami perubahan, dan (f) memperbaiki penampilan produk. Karagenan merupakan polimer alami yang memiliki kemampuan membentuk gel dan berperan sebagai penstabil di berbagai industri pangan, sedangkan kitosan memiliki kemampuan membentuk larutan kental, sehingga kitosan dapat berperan sebagai stabilizer, antimikroba dan bersifat biokompatibilitas yang berarti polimer alami ini tidak memiliki efek samping dan tidak beracun ketika dikonsumsi. Ketika dua polimer tersebut diaplikasikan sebagai edible coating pada doldol rumput laut, kedua polimer ini akan memberikan hasil yang sangat baik karena memiliki sifat yang saling terkait dalam hal pengawetan. Proses pengaplikasian dari edible coating karagenan dan kitosan ini yaitu larutan edible coating dari karagenan dan kitosan di campur dengan proporsi terbaik berdasarkan hasil penelitian Ariandoko (2015) yaitu dari perlakuan karagenan 25% : kitosan 75%. Proses selanjutnya adalah melapisi (coating) dodol rumput laut dengan larutan edible coating karagenan 25% : kitosan 75% kemudian dodol rumput laut dapat disimpan ke dalam cup yang tertutup pada suhu ruang.   Penulis : Nur Lili Nia Wulan (Mahasiswi Pascasarjana Program Studi Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University. Email, liliniawulan1@gmail.com).  

Potensi Pati Sagu Sulawesi Tenggara sebagai Bahan Plastik Biodegradable Ramah Lingkungan

Potensi Pati Sagu Sulawesi Tenggara sebagai Bahan Plastik Biodegradable Ramah Lingkungan
Ruang Buku - Plastik merupakan bahan pengemas yang banyak digunakan dan berkembang luas di seantero negeri. Sebagian besar barang yang dibutuhkan, mulai dari peralatan elektronik, perlengkapan rumah tangga, perlengkapan kantor sampai makanan dan minuman menggunakan plastik sebagai pengemas karena ringan, kuat, mudah dibentuk, dan harganya terjangkau (Jum'at, 22 Januari 2021). Tidak hanya di bidang industri, kemasan plastik juga banyak digunakan oleh retail, pedagang tradisional, dan rumah tangga. Menurut Asosiasi Industri Olefin Aromatik (AIOA) dan Plastik Indonesia (INAPLAS), konsumsi plastik di Indonesia pada tahun 2019, tercatat mencapai 5,9 juta ton. Penggunaan plastik yang cukup tinggi berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan, karena sulit terdegradasi sehingga terjadi penumpukan sampah plastik yang mencemari lingkungan. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2016), permasalahan sampah plastik di Indonesia sudah meresahkan. Selain Tiongkok, Indonesia adalah negara pembuang sampah plastik terbesar ke laut. Sampah plastik yang dibuang sembarangan menyumbat saluran air dan bahkan menumpuk di pintu-pintu sungai sehingga mengakibatkan banjir. Plastik yang ditimbun di tanah juga sulit terdegradasi. Polimer sintetis yang merupakan bagian utama dari plastik akan terdegradasi dalam waktu puluhan bahkan ratusan tahun. Jika dibakar, plastik akan menghasilkan emisi karbon yang mencemari lingkungan. Salah satu alternatif yang berkembang sekarang ini yaitu plastik biodegradable yang merupakan plastik yang dapat terdegradasi atau dapat terurai oleh mikroba di tanah. Plastik biodegradable dibuat dari bahan nabati yang merupakan produk pertanian yang dapat diperbaharui. Sehingga, produksi bahan nabati dapat berkelanjutan dan bioplastik dapat terdegradasi lebih cepat karena bersifat ramah lingkungan. Namun harga plastik biodegradable lebih mahal daripada plastik kovensional karena teknologinya belum berkembang luas. Oleh karena itu, pengembangan plastik biodegradable memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan perekonomian serta mengurangi adanya penumpukan limbah plastik yang dapat mencemari lingkungan. Salah satu bahan dasar pembuatan plastik biodegradable yang populer saat ini yaitu pati yang berasal dari tumbuhan yang banyak terdapat di Indonesia, khususnya Sulawesi Tenggara. Pati tersebut merupakan pati sagu yang merupakan komoditas penghasil karbohidrat potensial, khususnya pati. Indonesia merupakan negara yang memiliki areal pertanaman sagu terluas di dunia. Areal pertanaman terluas terdapat di Papua dan areal semi budi daya sagu berada di Maluku, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera. Data Ditjen Perkebunan (2017) menunjukkan daerah produksi sagu yang cukup besar adalah Riau, Papua, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Selatan, dimana jumlah produksi sagu di Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 yaitu sebesar 6.278 ton. Proses Pembuatan Plastik Biodegadable Tahapan pembuatan plastik biodegadable berbahan dasar pati adalah mengintegrasikan teknik pencampuran, pemanasan, dan pencetakan. Plastik biodegradable yang dihasilkan berupa lembaran film. Pembuatan plastik biodegradable dengan teknik blending cukup sederhana. Namun implementasi teknologi produksi dalam skala lebih besar belum banyak dilaporkan. Di beberapa negara, teknologi produksi plastik biodegradable dalam skala besar tidak hanya menghasilkan lembaran film tapi juga dalam bentuk lainnya. Plastik biodegradable dengan berbagai bentuk dapat dibuat dari pati dengan bahan tambahan. Campuran pati alami, pati tergelatinisasi, pati termoplastis, dan pati termodifikasi, polimer atau monomer (asam laktat, hidroksi alkanoat) dapat ditambah dengan plasticizer, bleaching maupun pewarna dilakukan melalui proses ekstrusi menggunakan ekstruder pada suhu 100-160°C. Hasil ekstrusi setelah melalui proses pengeringan dan pelleting menghasilkan pellet plastik biodegradable. Pellet atau biji bioplastik selanjutnya dapat diproses menjadi berbagai bentuk plastik menggunakan plastik converter berupa film blowing untuk menghasilkan kantung plastik seperti kantung belanja dan kantung buah dan sayur. Penggunaan termoforming dan injection moulding akan menghasilkan produk seperti keyboard dan pesawat telepon. Blow moulding digunakan untuk menghasilkan produk berupa botol plastik, dan extrucsion coating menghasilkan film laminasi untuk kemasan makanan ringan, retort pouch. Peluang pengembangan plastik biodegradable masih terbuka seiring dengan semakin tingginya tuntutan terhadap upaya pelestarian lingkungan. Bahan baku plastik biodegradable yang berasal dari bahan nabati juga memiliki peluang keberlanjutan dibandingkan dengan plastik konvensional yang dihasilkan dari minyak bumi yang semakin berkurang. Plastik biodegradable menjadi salah satu alternatif mengurangi dan mensubtitusi penggunaan plastik konvensional. Bahan baku plastik biodegradable berupa pati mudah diperoleh di Indonesia. Kelebihan bioplastik berbahan dasar pati bersifat compostable tanpa memerlukan ruang pengomposan bersama. Penelitian di Indonesia sudah cukup banyak menggali potensi bahan baku pati dalam pembuatan plastik biodegradable, demikian juga peluang penggunaan limbah pertanian. Namun belum banyak penelitian yang melaporkan scale up produksi plastik biodegradable secara komersial. Pengembangan plastik biodegradable dapat dimulai dari pengembangan teknologi proses dan formulasi bahan baku untuk menghasilkan produk dengan harga yang lebih bersaing. Pengkajian kelayakan ekonomi dan sosial pengembangan bioplastik diperlukan, termasuk kebijakan penggunaan plastik biodegradable untuk mempercepat pengembangan industri bioplastik. Dalam hal ini, peran berbagai pihak perlu disinergikan dalam pengembangan plastik biodegradable. Ditinjau dari banyaknya produksi pati di Sulawesi Tenggara dan besarnya peluang dari produksi pengolahan pati menjadi plastik biodegradable, diharapkan mampu memberikan ide untuk mengembangkan industri komersial di daerah Sulawesi Tenggara guna meningkatkan nilai jual pati itu sendiri dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengurangi pencemaran lingkungan dari sampah plastik.   Penulis: Aji Mustaq Firoh (Mahasiswa Pascasarjana, Program Studi Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University. Email, ajimustaqfiroh398@gmail.com).

Bantu Atasi Trauma, Relawan Konawe Lakukan Trauma Healing Kepada Anak-Anak Korban Banjir

Bantu Atasi Trauma, Relawan Konawe Lakukan Trauma Healing Kepada Anak-Anak Korban Banjir

Ruang Buku, Konawe - Relawan Konawe melakukan kegiatan “Trauma Healing” untuk membantu mengatasi trauma kepada anak-anak yang menjadi korban banjir bandang di Desa Ambulanu Kec. Pondidaha Kabupaten Konawe, Kamis, 23 Juli 2020.

Kegiatan ini dilakukan oleh Relawan Ruang Buku Konawe, Pengajar Muda XVIII Konawe, Palang Merah Indonesia (PMI) Konawe, Dompet Dhuafah Sultra bersama BNPB Kabupaten Konawe.

Trauma healing sendiri merupakan proses penyembuhan Pascatrauma banjir yang dialami anak-anak di lokasi banjir agar mereka (anak-anak) dapat terus melanjutkan hidupnya tanpa adanya rasa takut (trauma).

Founder Ruang Buku Konawe, Putri Sakina, menuturkan bahwa pertolongan trauma healing yang diberikan relawan bersama pihak terkait mampu memberikan dampak positif bagi anak-anak korban banjir.

“Kegiatan trauma healing memberikan dampak positif bagi anak-anak korban banjir, dimana anak-anak yang merasa trauma akibat banjir kembali cerita dan semangat sehingga tidak mengalami trauma yang berlebihan,” ungkap Putri saat dihubungi Kendari Terkini.

Tambahnya, Putri menjelaskan trauma healing yang dilakukan untuk membantuk korban banjir melewati musibah yang terjadi dan segera bangkit dari masa sulitnya.

“Trauma healing diberikan agar korban mampu melewati masa-masa sulit terkait musibah yang dialami, dan para korban merasa mendapat perhatian serta dukungan dari lingkungannya,” tutupnya.

Sumber: kendari.terkini.id

Saat Komunitas Sebarkan ‘Virus’ Membaca di Tengah Era Digital

Saat Komunitas Sebarkan ‘Virus’ Membaca di Tengah Era Digital
Ruang Buku, Konawe - Literasi di era digital menjadi tantangan tersendiri, utamanya menarik minat baca di kalangan milenial. Apalagi perhatian anak-anak cenderung terpengaruhi gadget dan media sosial. Perpustakaan Nasional mendata pada 2017, frekuensi membaca orang Indonesia rata-rata 3-4 kali per minggu. Sedangkan jumlah buku yang dibaca rata-rata hanya 5-9 buku per tahun. Rendahnya minat baca orang Indonesia menjadi perhatian sejumlah kalangan, salah satunya komunitas. Komunitas Ruang Buku Konawe punya cara menumbuhkan minat baca, khususnya anak-anak dengan cara edukasi dan kreatif. “Kami berusaha mengadakan kegiatan yang memang ramah untuk anak-anak, salah satunya menyajikan games edukasi. Sejauh ini tujuan komunitas untuk menyebarkan ‘virus’ baca terkhusus anak usia sekolah, maka dari itu kami berusaha menyajikan kegiatan hiburan dibarengi edukasi,” terang Anggota Komunitas Ruang Buku Konawe, Firda, Minggu (24/3/2019). Model pembelajaran itu, misalnya mengajak anak-anak membuat handicraft peta Indonesia dari sampah plastik yang dibuatkan pola. Tujuannya, merangsang perhatian anak-anak lebih mengetahui tentang Indonesia, seperti budaya, geofrafis, dan lainnya. Di satu sisi, mereka diajarkan memanfaatkan sampah plastik. Kiat-kiat meningkatkan minat baca anak-anak Konawe, juga dilakukan melalui berbagi kisah inspiratif sewaktu berada di sekolah di Asinua Tua pada Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober tahun lalu. “Kami mencoba menyampaikan kepada anak-anak mengenai peran pemuda dalam bernegara, khususnya dalam pembangunan daerah, menjaga rasa nasionalisme,” jelas Firda kepada Sultrakini.com. Kisah inspiratif tersebut diharapkan memancing rasa ingin tahu anak-anak tentang sosok-sosok yang berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia. Komunitas Ruang Buku Konawe Komunitas Ruang Buku Konawe terbentuk pada 2018. Perkumpulan anak-anak muda ini juga berkolaborasi dengan Komunitas Jendela Anak Konawe (Jejak Konawe) untuk menyebarkan edukasi kebersihan diri, games edukasi, video animasi, dan lapak baca. Komunitas ini menyasar peserta didik usia 6-12 tahun. Mereka juga kiat mengunjungi sekolah-sekolah dan rumah orang tua peserta didik. Diharapkan, kedua agen tersebut mampu bekerja sama mensosialisasikan pentingnya membaca bagi anak-anak. Buku-buku yang tersedia saat ini di Ruang Buku Konawe berjumlah 70 buku. Semua buku merupakan sumbangan dari anggota komunitas. Meski belum memiliki perpustakaan, komunitas ini terus berupaya menambah koleksi buku mereka. Tidak tanggung-tanggung, Komunitas Ruang Buku Konawe merogoh kocek bersama untuk membeli buku anak-anak. Semua itu mereka lakukan atas dasar kepedulian terhadap anak-anak Konawe. Dalam upayanya menyebarkan ‘virus’ baca, komunitas yang digagas oleh sepuluh kalangan muda Konawe ini rencananya melakukan bedah buku. “Kami percaya kalau mau maju suatu daerah harus dengan peningkatan kualitas SDM daerah tersebut, salah satunya dengan membaca,” jelas Akmal Thesyaar, Anggota lainnya Komunitas Ruang buku Konawe. Sumber: sultrakini.com